Psikologi Agama
Manusia adalah suatu mahluk
somato-psiko-sosial dan karena itu maka suatu pendekatan terhadap manusia harus
menyangkut semua unsur somatiK, psikologik, dan social.
Psikologi secara
etimologi memiliki arti “ilmu tentang jiwa”. Dalam Islam, istilah “jiwa”
dapat disamakan istilah al-nafs, namun ada pula yang menyamakan dengan istilah
al-ruh, meskipun istilah al-nafs lebih populer penggunaannya daripada istilah
al-nafs. Psikologi dapat diterjamahkan ke dalam bahasa Arab menjadi ilmu
al-nafs atau ilmu al-ruh. Penggunaan masing-masing kedua istilah ini memiliki
asumsi yang berbeda.
Psikologi
menurut Plato dan Aristoteles adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang
hakikat jiwa serta prosesnya sampai akhir.Menurut Wilhem Wundt (tokoh
eksperimental) bahwa psikologi merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari
pengalaman-pengalaman yang timbul dalam diri manusia , seperti penggunaan
pancaindera, pikiran, perasaan, feeling dan kehendaknya.
Menurut Prof.
Dr. Zakiah Darajat bahwa psikologi agama meneliti pengaruh agama terhadap
sikap dan tingkah laku orang atau mekanisne yang bekerja dalam diri seseorang,
karena cara seseorang berpikir, bersikap, bereaksi dan bertingkah laku tidak
dapat dipisahkan dari keyakinannya, karena keyakinan itu masuk dalam kostruksi
pribadi
Belajar
psikologi agama tidak untuk membuktikan agama mana yang paling benar, tapi
hakekat agama dalam hubungan manusia dengan kejiwaannya , bagaimana prilaku dan
kepribadiannya mencerminkan keyakinannnya
Mengapa manusia
ada yang percaya Tuhan ada yang tidak , apakah ketidak percayaan ini timbul
akibat pemikiran yang ilmiah atau sekedar naluri akibat terjangan cobaan hidup,
dan pengalaman hidupnya.
DEFINISI AGAMA , TUHAN, SPIRITUAL,
KEPERCAYAAN
A. AGAMA dan PSIKOLOGI AGAMA
Agama berasal dari
kata latin religio, yang dapat berarti obligation/kewajiban
Agama dalam Encyclopedia of Philosophy
adalah kepercayaan kepada Tuhan yang selalu hidup, yakni kepada jiwa dan
kehendak ilahi yang mengatur alam semesta dan mempunyai hubungan moral dengan
umat manusia (James Martineau)
Agama seseorang adalah ungkapan dari
sikap akhirnya pada alam semesta, makna, dan tujuan singkat dari seluruh
kesadarannya pada segala sesuatu, (Edward Caird)
Agama hanyalah upaya mengungkapkan
realitas sempurna tentang kebaikan melalui setiap aspek wujud kita (F.H
Bradley)
Jadi agama
pertama-tama harus dipandang sebagai pengalaman dunia dalam individu yang
mengsugestit esensi pengalaman semacam kesufian, karena kata Tuhan berarti
sesuatu yang dirasakan sebagai supernatural, supersensible atau kekuatan diatas
manusia. Hal ini lebih bersifat personal/pribadi yang merupakan proses
psikologis seseorang
Yang kedua
adalah adanya keimanan, yang sebenarnya intrinsik ada pada pengalaman dunia
dalam seseorang. Kemudian efek dari adanya keimanan dan pengalaman dunia yaitu
peribadatan.
Tidak ada satupun definisi tentang
agama (religion) yang dapat diterima secara umum, karena para filsuf, sosiolog,
psikolog merumuskan agama menurut caranya masing-masing, menurut sebagian
filsuf religion adalah ”Supertitious structure of incoheren metaphisical
notion. Sebagian
ahli sosiolog lebih senang menyebut religion sebagai ”collective expression
of human values”. Para pengikut Karl Marx mendifinisikan Religion sebagai “the
opiate of people”. Sebagian Psikolog menyimpulkan religion adalah
mystical complex surrounding a projected superego” disini menjadi jelas
bahwa tidak ada batasa tegas mengenai agama/religion yang mencakup berbagai
fenomena religion.
Menurut
Einstein , pada pidato tahun 1939 di depan Princeton Theological seminar, ”ilmu
pengetahuan hanya dapat diciptakan oleh mereka yang dipenuhi dengan gairah
untuk mencapai kebenaran dan pemahaman, tetapi sumber perasaan itu berasal dari
tataran agama, termasuk didalamnya keimanan pada kemungkinan bahwa semua
peraturan yang berlaku pada dunia wujud itu bersifat rasional, artinya dapat
dipahami akal. Saya tidak dapat membayangkan ada ilmuwan sejati yang tidak
mempunyai keimanan yang mendalam seperti itu, ilmu pengetahuan tanpa agama
lumpuh, agama tanpa ilmu pengetahuan buta
Beragama berarti melakukan dengan cara tertentu dan sampai
tingkat tertentu penyesuaian vital betapapun tentative dan tidak lengkap pada
apapun yang ditanggapi atau yang secara implicit atau eksplisit dianggap layak
diperhatikan secara serius dan sungguh-sungguh (Vergulius Ferm)
Psikologis atau ilmu jiwa mempelajari manusia dengan
memandangnya dari segi kejiwaan yang menjadi obyek ilmu jiwa yaitu manusia
sebagai mahluk berhayat yang berbudi. Sebagai demikian, manusia tidak hanya
sadar akan dunia disekitarnya dan akan dorongan alamiah yang ada padanya,
tetapi ia juga menyadari kesadaranya itu , manusia mempunyai kesadaran diri ia
menyadati dirinya sebagai pribadi, person yang sedang berkembang , yang
menjalin hubungan dengan sesamanya manusia yang membangun tata ekonomi dan
politik yang menciptakan kesenian, ilmu pengetahuan dan tehnik yang hidup
bermoral dan beragama, sesuai dengan banyaknya dimensi kehidupan insani ,
psikologi dapat dibagi menjadi beberapa cabang
Kepercayaan dan
pengamalannya sangat beragam antara tradisi yang utama dan usaha dalam
mendifinisikan agama itu sendiri secara keseluruhan yang sempurna. Agama sendiri
menurut bahasa latin berasal dari kata religio, yang dapat di artikan sebagai
kewajiban atau ikatan
Menurut Oxford English Dictionary, religion represent the
human recognition of super human controlling power, and especially of a
personal God or Gods entitle to obedience and worship, agama menghadirkan ‘
manusia yang kehidupannya di kontrol oleh sebuah kekuatan yang disebut Tuhan
atau para dewa-dewa untuk patuh dan menyembahnya.
Psikologi agama merupakan bagian dari psikologi
yang mempelajari masalah-masalah kejiwaan yang ada sangkut pautnya dengan
keyakinan beragama, dengan demikian psikologi agama mencakup 2 bidang kajian
yang sama sekali berlainan , sehingga ia berbeda dari cabang psikologi lainnya.
Menurut Prof. Dr. Zakiah Darajat bahwa psikologi agama
meneliti pengaruh agama terhadap sikap dan tingkah laku orang atau mekanisne
yang bekerja dalam diri seseorang, karena cara seseorang berpikir, bersikap,
bereaksi dan bertingkah laku tidak dapat dipisahkan dari keyakinannya, karena
keyakinan itu masuk dalam kostruksi pribadi
Psikologi agama tidak berhak membuktikan benar tidaknya
suatu agama, karena ilmu pengetahuan tidak mempunyai tehnik untuk
mendemonstrasikan hal-hal yang seperti itu baik sekarang atau masa depan, Ilmu
pengetahuan tidak mampu membuktikan ketidak-adaan Tuhan, karena tidak ada
tehnik empiris untuk membuktikan adanya gejala yang tidak empiris, tetapi
sesuatu yang tidak dapat dibuktikan secara empiris bukanlah berarti tidak ada
jiwa. Psikologi agama sebagai ilmu pengetahuan empiria tidak menguraikan
tentang Tuhan dan sifat-sifatNya tapi dalam psikologi agama dapat diuraikan
tentang pengaruh iman terhadap tingkah laku manusia. Psikologi dapat
menguraikan iman agama kelompok atau iman individu, dapat mempelajari
lingkungan-lingkungan empiris dari gejala keagamaan , tingkah laku keagamaan,
atau pengalaman keagamaan , pengalaman keagamaan, hukum-hukum umum tetang
terjadinya keimanan, proses timbulnya kesadaran beragama dan persoalan empiris
lainnya. Ilmu jiwa agama hanyalah menghadapi manusia dengan pendirian dan
perbuatan yang disebut agama, atau lebih tepatnya hidup keagamaan
B. Tuhan/
God/Allah
Menurut
Carl Jung (1955) Tuhan adalah sesuatu kekuatan yang berpengaruh besar yang
alami dan pengaruhnya tidak dapat di bendung : Very personal nature and an
irresistible influence, I call it God
Thomas Van Aquino mengemukakan bahwa yang menjadi sumber
kejiwaan agama itu ialah berfikir , manusia berTuhan karena manusia menggunakan
kemapuan berfikirnya. Kehidupan beragama merupakan refleksi dari kehidupan
berfikir manusia itu sendiri. Pandangan semacam ini masih tetap mendapatkan
tempatnya hingga sekarang ini dimana para ahli mendewakan ratio sebagai
satu-satunya motif yang menjadi sumber agama
Fredrick Schleimacher berpendapat bahwa
yang menjadi sumber keagamaan itu adalah rasa ketergantungan yang mutlak (sense
of depend). Dengan adanya rasa ketergantungan yang mutlak ini manusia merasakan
dirinya lemah, kelemahan ini menyebabkan manusia selalu tergantung hidupnya
dengan suatu kekuasaan yang berada diluar dirinya, berdasarkan rasa
ketergantungan ini timbullah konsep tentang Tuhan.
Mengapa manusia ada yang bersifat
Atheis , tidak percaya adanya Tuhan, ucapan terkenal sepanjang masa adalah dari
seorang yang bernama Nietscshe yang mengatakan “Gott ist Gestorben” Tuhan sudah
mati. Paul Vitz yang menceritakan kisah Nietscshe menyampaikan teori kekafiran
Nietsche (theory of unbelief) bukan karena perenungan dan penelitian yang sadar
, anda tidak percaya kepada agama bukan karena secara ilmah anda menemukan agma
itu hanya sekumpulan tahayul, anda menolak agama bukan karena anda alas an
rasional ,melainkan fakto psikologis yang tidak anda sadari, Nietsche menolak
Tuhan seperti yang diakuinya bukan karena pemikiran tapi karena naluri.
Kematian ayah nya diusia 36 tahun
membawa kesedihan yang mendalam pada diri Niersche
Tidak berbeda dengan Nietsche , maka
Freud menulis dalam future of an Illusion bahwa gagasan-gagasan agama muncul
dari kebutuhan yang sama seperti yang memunculkan pencapaian peradaban lainnya
, yakni dari desakan untuk mempertahankan diri melawan kekuatan alam yang lebih
perkasa dan menaklukkan (kepercayaan agama hanyalah) ilusi, pemuasan dari
keinginan manusia yang paling tua, paling kuat, dan yang paling penting seperti
yang kita ketahui, kesan tidak berdaya yang menakutkan pada masa anak-anak
membangkitkan kebutuhan akan perlindungan melalui cinta yang diberikan oleh
sang Bapa jadi peraturan Tuhan yang maha kuasa dan Maha pengasih menentramkan
ketakutan kira akan bahaya kehidupan. Secara singkat pada waktu kecil anak
mengidola ayahnya sebagai pelindung dan pemelihara , ketika posisi anak tidak
berdaya, setelah dewasa ketika manusia berhadap dengan kekuatan yang maha
perkasa, ia kembali ingat kepada ayahnya, lalu ia berilusi tentang Tuhan yang
seperti ayahnya , untuk memenuhi kebutuhan seorang ayah ia menciptakan Tuhan
Bapak, manusia diciptakan tidak berdasar citra Tuhan , tetapi Tuhan diciptakan
berdasar citra manusia.
Bagaimana Freud seorang psikoterapi dan
seorang atheis berpendapat unsur kejiwaan yang menjadi sumber keagamaan ialah
sexual (naluri seksual). Berdasarkan libido ini timbullah idea tentang
ketuhanan, upacara keagamaan setelah melalui proses Oedipus Complex (sebuah
mythos Yunani yang menceritakan bahwa karena perasaan cinta kepada ibunya, maka
Oedipus membunuh ayahnya, sehingga setelah membunuh ayah timbul rasa bersalah
(sense of guilt) pada diri anak-anak itu. Father Image (citra bapak) setelah
membunuh timbul rasa bersalah yang kemudian perasaan itu menimbulkan ide
membuat suatu cara penebusan dengan memuja arwah ayah yang telah mereka bunuh,
Realisasi dari pembawaan itulah menurutnya sebagai asal upacara keagamaan.
Sigmund freud yakin akan kebenaran pendapatnya itu berdasarkan kebencian setiap
agama terhadap dosa
Seperti
Nietscshe , Freud memandang ayahnya sebagai bapak yang lemah, pengecut dan
berprilaku sexual yang menyimpang , Ia membenci ayahnya dan selanjutnya
membenci Tuhan yang tercipta berdasarkan citra ayahnya, Psikoanalis akhirnya
membuang Tuhan sebagai sekadar ilusi kekanak-kanakan, bagi freud agama adalah
irasional dan patologi, prilaku yang diperteguh , respons pada situasi yang tak
terduga dan pemuasan keinginan kekanak-kanakan
Freud membagi
jiwa dalam 3 bagian yang semuanya punya fungsi sendiri-sendiri: Id
adalah tempat dorongan naluri (instinct) dan berada dibawah pengawasan proses
primer, id bekerja sesuai prinsip kesenangan. Ego (pribadi) tugasnya
menghindari ketidak senangan dan rasa nyeri dengan melawan atau mengatur
pelepasan dorongan nalurinya agar sesuai dengan tuntutan dunia luar. Ego
bekerja sesuai dengan prinsip kenyataan dan mempunyai mekanisme pembelaan
seperti represi, salah pindah, rasionalisasi dan lain-lain. Ego mulai terbentuk
ketika anak berumur 1 tahun. SuperEgo ajaran dan hukuman yang diletakkan
kepadanya oleh orang tua dari luar, dimasukan kedalam superego (internalisasi)
yang selanjutnya menilai dam membimbing prilakunya dari dalam, biarpun orang
tua tidak ada lagi disampingnya, Superego yang mulai terbentuk umur 5 – 6 tahun
membantu ego dalam pengawasan dan pelepasan impuls id, mengadung moral,
hatinurani, rasa salah,
C.Spiritual
Definisi
spiritual lebih sulit dibandingkan mendifinisikan agama/religion, dibanding
dengan kata religion, para psikolog membuat beberapa definisi spiritual, pada
dasarnya spitual mempunyai beberapa arti, diluar dari konsep agama, kita
berbicara masalah orang dengan spirit atau menunjukan spirit tingkah laku .
kebanyakan spirit selalu dihubungkan sebagai factor kepribadian. Secara pokok
spirit merupakan energi baik secara fisik dan psikologi,
Menurut kamus
Webster (1963) kata spirit berasal dari kata benda bahasa latin ‘Spiritus” yang
berarti nafas (breath) dan kata kerja “Spirare” yang berarti bernafas. Melihat
asal katanya , untuk hidup adalah untuk bernafas, dan memiliki nafas artinya
memiliki spirit. Menjadi spiritual berarti mempunyai ikatan yang lebih
kepada hal yang bersifat kerohanian atau kejiwaan dibandingkan hal yang
bersifat fisik atau material. Spiritual merupakan kebangkitan atau
pencerahan diri dalam mencapai makna hidup dan tujuan hidup. Spiritual
merupakan bagian esensial dari keseluruhan kesehatan dan kesejahteraan
seseorang.
Spiritual dalam
pengertian luas merupakan hal yang berhubungan dengan spirit , sesuatu yang
spiritual memiliki kebenaran yang abadi yang berhubungan dengan tujuan hidup
manusia, sering dibandingkan dengan Sesuatu yang bersifat duniawi, dan
sementara, Didalamnya mungkin terdapat kepercayaan terhadap kekuatan
supernatural seperti dalam agama , tetapi memiliki penekanan terhadap
pengalaman pribadi. Spiritual dapat merupakan eksperesi dari kehidupan yang
dipersepsikan lebih tinggi, lebih kompleks atau lebih terintegrasi dalam
pandangan hidup seseorang,dan lebih dari pada hal yang bersifat indrawi. Salah
satu aspek dari menjadi spiritual adlah memiliki arah tujuan, yang secara terus
menerus meningkatkan kebijaksanaan dan kekuatan berkehendak dari seseorang,
mencapai hubungan yang lebih dekat dengan ketuhanan dan alam semesta dan
menghilangkan ilusi dari gagasan salah yang berasal dari alat indra , perasaan,
dan pikiran. Pihak lain mengatakan bahwa aspek spiritual memiliki dua proses ,
pertama proses keatas yang merupakan tumbuhnya kekuatan internal yang mengubah
hubungan seseorang dengan Tuhan , kedua proses kebawah yang ditandai dengan
peningkatan realitas fisik seseorang akibat perubahan internal. Konotasi lain
perubahan akan timbul pada diri seseorang dengan meningkatnya kesadaran diri,
dimana nilai-nilai ketuhanan didalam akan termanifestasi keluar melalui
pengalaman dan kemajuan diri,
Apakah ada perbedaan antara spiritual
dan religius, spiritualitas ádalah kesadaran diri dan kesadaran individu
tentang asal , tujuan dan nasib. Agama ádalah kebenaran mutlak dari kehidupan
yang memiliki manifestasi fisik diatas dunia. Agama merupakan praktek prilaku
tertentu yang dihubungkan dengan kepercayaan yang dinyatakan oleh institusi
tertentu yang dihubungkan dengan kepercayaan yang dinyatakan oleh institusi
tertentu yang dianut oleh anggota-anggotanya. Agama memiliki kesaksian iman ,
komunitas dan kode etik, dengan kata lain spiritual memberikan jawaban siapa
dan apa seseorang itu (keberadaan dan kesadaran) , sedangkan agama memberikan
jawaban apa yang harus dikerjakan seseorang (prilaku atau tindakan). Seseorang
bisa saja mengikuti agama tertentu , namun memiliki spiritualitas . Orang –
orang dapat menganut agama yang sama, namun belum tentu mereka memiliki jalan
atau tingkat spiritualitas yang sama.
D. FAITH AND BELIEF
Dalam iman , seorang manusia
berkeyakinan bahwa ia berhubungan dengan Allah sendiri, Tuhan sendiri tujuan
dan isi iman kepercayaan. . Maka dari itu obyek iman bukanlah
pengertian-pengertian, gagasan-gagasan atau ide-ide mengenai Tuhan melainkan
Tuhan sendiri. Tuhanlah yang dipercayai manusia, Tuhan dalam kepribadian dan
dalam manifestasi-manifestasi-Nya. Antara orang yang beriman dengan Tuhan
terdapat hubungan pribadi, bagi orang beriman, Tuhan menjadi tujuan
hasrat-hasratnya yang intim , tetapi juga sekaligus penolong yang diandalkannya
dalam mengejar kesempurnaan eksistensinya. Oleh karena itu tindakan “percaya
“merupakan kenyataan yang kompleks. Didalamnya terdapat keyakinan intelektual,
ketaatan yang taqwa dan hubungan cinta kasih. Kompleksitas ini bersesuaian
dengan majemuknya faham kebapa ilahi
Secara Pskologis kita harus membedakan
arti kata iman dan percaya. Kata percaya lebih statis dan tidak menunjukan
adanya sikap emosi yang positif terhadap obyek atau ide yang dipercayainya itu.
Misalnya kita percaya besok akan hujan, kepercayaan ini tidak selalu disertai
adanya kewajiban terhadap kepercayaan itu Lin dengan iman yang bersikap dinamis
, kata iman menunjukan adanya kehangatan emosi dan mengandung
keharusan-keharusan atau kewajiban-kewajiban sebagai akibat adanya keimanan.
Misalnya anda iman kepada Allah ini berarti bukan hanya percaya secara lisan
kepadaNya, tapi juga mengandung kesetiaan , kecintaan sebagai implikasi
kewajiban kepada si muknin. Kepercayaan bisa menjadi keimanan melalui
perkembangan sedikit demi sedikit . Dalam perkembangan ini berperan pengarug
orang tua dan lingkungannya. Keimananpun berkembang pula
Keimanan
1. Stimulus response verbalism, pada
level ini keimanan hanyalah di bibir (anak-anak), mekanismenya disini seperti
orang yang belajar, mereka mengulang-ulang perbuatan yang mendapat hadiah dan
menghilangkan kata atau perbuatan yang tercela, kata-kata yang menimbulkan rasa
aman akan diulang-ulang oleh si anak, dengan demikian timbul rasa aman,
kepercayaan yang hanya dibibir akan dikembangkan oleh anak dengan memasukkan
kepercayaan itu dalam dirinya, dan ini sangat pendtin untuk menjadi dasar dan
sikapnya dan menjadi pegangan hidup.
2. Intelectual comprehension
Terlihat pada masa remaja, lebih
memerlukan intelek dan adanya proses kreatif yang lebih kmpleks dari pada
respons bersyarat saja, pikirna dan logika berperan dalam setiap proses
keimanan, jiwa mula-mula percaya, timbul kebimbangan, kemudian proses berfikir
timbul kepercayaan yang baru atau insight baru sebagai sintesa dari kepercayaan
yang ada dan kebimbangan
3. Behavioral demonstration
Pada level ini sebagai akibat
kepercayaan yang kuat akan keimanan seorang terlihat dalam timdakannya. Tingkah
laku lebih menunjukan kesungguhan adanya keimanan daripada sekedar
ucapan-ucapan saja, behavior demonstraton contoh nya pada sufi/mistikus yang
teguh imannya
4. Comprehensive integration
Hal-hal yang termasuk ketiga level
diatas merupakan penampilan aspek-aspek saja dari pada kepercayaan . Disamping
tiu yang lebih dalam ialah yang mencakup ketiga-tiganya menjadi satu kesatuan,
baik kata-kata , pemikiran dan juga perbuatan di integrasikan untuk mebentuk
satu kesatuan dalam diri individu
KEIMANAN memberikan makna pada hidup,
memberikan arti pada kehidupan ini. Pemberian makna pada hidup itulah yang
menurut Clark bekerja sebagai dinamika dan sekaligus daya tarik agama
KESIMPULAN
Menurut Prof.
Dr. Zakiah Darajat bahwa psikologi agama meneliti pengaruh agama terhadap
sikap dan tingkah laku orang atau mekanisne yang bekerja dalam diri seseorang,
karena cara seseorang berpikir, bersikap, bereaksi dan bertingkah laku tidak
dapat dipisahkan dari keyakinannya, karena keyakinan itu masuk dalam kostruksi
pribadi
Belajar
psikologi agama tidak untuk membuktikan agama mana yang paling benar, tapi
hakekat agama dalam hubungan manusia dengan kejiwaannya , bagaimana prilaku dan
kepribadiannya mencerminkan keyakinannnya
Agama berasal dari
kata latin religio, yang dapat berarti obligation/kewajiban
Agama dalam
Encyclopedia of Philosophy adalah kepercayaan kepada Tuhan yang selalu
hidup, yakni kepada jiwa dan kehendak ilahi yang mengatur alam semesta dan
mempunyai hubungan moral dengan umat manusia (James Martineau)
Menurut Carl Jung (1955) Tuhan adalah
sesuatu kekuatan yang berpengaruh besar yang alami dan pengaruhnya tidak dapat
di bendung : Very personal nature and an irresistible influence, I call it God
Thomas Van
Aquino mengemukakan bahwa yang menjadi sumber kejiwaan agama itu ialah berfikir
, manusia berTuhan karena manusia menggunakan kemapuan berfikirnya. Kehidupan
beragama merupakan refleksi dari kehidupan berfikir manusia itu sendiri.
Pandangan semacam ini masih tetap mendapatkan tempatnya hingga sekarang ini
dimana para ahli mendewakan ratio sebagai satu-satunya motif yang menjadi
sumber agamaMenurut kamus Webster (1963) kata spirit berasal dari kata benda
bahasa latin ‘Spiritus” yang berarti nafas (breath) dan kata kerja “Spirare”
yang berarti bernafas. Melihat asal katanya , untuk hidup adalah untuk
bernafas, dan memiliki nafas artinya memiliki spirit. Menjadi spiritual berarti
mempunyai ikatan yang lebih kepada hal yang bersifat kerohanian atau
kejiwaan dibandingkan hal yang bersifat fisik atau material. Spiritual
merupakan kebangkitan atau pencerahan diri dalam mencapai makna hidup dan
tujuan hidup. Spiritual merupakan bagian esensial dari keseluruhan kesehatan
dan kesejahteraan seseorang
Kata percaya
lebih statis dan tidak menunjukan adanya sikap emosi yang positif terhadap
obyek atau ide yang dipercayainya itu.
Iman yang
bersikap dinamis , kata iman menunjukan adanya kehangatan emosi dan mengandung
keharusan-keharusan atau kewajiban-kewajiban sebagai akibat adanya keimanan.
DAFTAR PUSTAKA
Drs H. Ahmad Fauzi , Psikologi Umum
Pustaka setia Bandung, 2004
Jalaluddin
Rakhmat , Psikologi Agama sebuah pengatar, Mizan 2004
Dr. Nico Syukur
Dister, Psikologi Agama, penerbit Kanisius,
Davic Fontana, Psychology , Religion
and spirituality, Bps Blackwell, 2003
Endang Saifuddun Anshari M. A. Ilmu ,
Filsafat dan Agama, Penerbit Bina Ilmu 1979
Prof Dr. H.
Ramayulis, Psikologi Agama , Kalam Mulia 2004
Drs. H. Aziz Ahyadi , Psikologi Agama,
Mertiana Bandung
Aliah B. Purwakanta Hasan, Psikologi
Perkembangan Islami, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta
WE Maramis, Ilmu Kedoteran Jiwa,
Airlangga University Press, 1980
H. Endang Saifuddun Anshari M. A. Ilmu , Filsafat dan
Agama, Penerbit Bina Ilmu 1979, Hal 111
Tidak ada komentar:
Posting Komentar